STUDY _Gambaran Umum Pemotongan dan Pemungutan PPh serta Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap
Selamat Beraktivtas..
Nah, kali ini, ku akan melanjutkan dari materi perpajakan part 1 sebelumnya, yaitu bagian part 2 nya yaa. pelan-pelan dipahami, karena materi PPh Pasal 21 banyak sekali lho teman teman
Kuy cekidott ^^
D.
Pemotong
PPh Pasal 21
1.
Pengertian
2.
Pemotong PPh Pasal 21
3.
Hak dan Kewajiban Pemotong
E. Penghasilan
yang Dikenakan PPh Pasal 21
1.
Tarif PPh Pasal 21.
2.
PKP
(Penghasilan Kena Pajak) Pegawai Tetap.
3.
PKP (Penghasilan Kena Pajak) Penerima Pensiun Berkala.
4.
PKP (Penghasilan Kena Pajak) Bukan Pegawai/Konsultan
5.
PKP (Penghasilan Kena Pajak) Jasa Dokter
6.
Kesimpulan Bab
F.
Penghitungan
PPh Pasal 21 Pegawai Tetap
Tarif
pajak yang berlaku bagi pegawai tetap adalah tarif pajak bagi wajib pajak orang
pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal
17 ayat (1) UU No.36 Tahun 2008 yaitu sebagai berikut.
1.
Contoh
Soal Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap
Nah, kali ini, ku akan melanjutkan dari materi perpajakan part 1 sebelumnya, yaitu bagian part 2 nya yaa. pelan-pelan dipahami, karena materi PPh Pasal 21 banyak sekali lho teman teman
Kuy cekidott ^^
D.
Pemotong
PPh Pasal 21
1.
Pengertian
Wajib Pajak Orang
Pribadi atau Wajib Pajak Badan, termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang
mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
2.
Pemotong PPh Pasal 21
A. Pemberi kerja yang
terdiri dari:
·
orang pribadi
·
badan;
·
cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang
melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang,
perwakilan, atau unit tersebut.
B. Bendahara atau pemegang
kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat
termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
C. Dana pensiun, badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar
uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
D. Orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:
·
Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran
lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan
untuk dan atas nama persekutuannya;
·
Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain
kepada peserta pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang;
E. Penyelenggara kegiatan,
termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional,
perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk
apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Dibawah ini adalah pemberi kerja yang
dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 21 antara lain:
·
Kantor perwakilan negara asing;
·
Organisasi-organisasi internasional yang
disebut dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengaturnya-organisasi
internasional yang tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan;
·
Organisasi-organisasi internasional yang
ketentuan Pajak Penghasilannya diperluas pada ketentuan internasional dan dalam
perjanjian internasional yang mengecualikan kewajiban pemotongan pajak, dan
organisasi-organisasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
·
Pemberi kerja orang yang tidak dapat melakukan
kegiatan yang bertujuan untuk orang lain untuk melakukan pekerjaan rumah tangga
atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan usaha atau layanan bebas.
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan agar dapat menjadi Pemotong
PPh Pasal 21 harus mendaftarkan diri untuk menjadi Pemotong PPh Pasal 21.
Pendaftaran sebagai pemotong PPh Pasal 21 dapat dilakukan pada saat pendaftaran
NPWP atau setelah pendaftaran NPWP.
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dapat mengetahui apakah
menjadi Pemotong PPh Pasal 21 dengan melihat SKT (Surat Keterangan Terdaftar)
yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak pada waktu pendaftarran NPWP.
3.
Hak dan Kewajiban Pemotong
Hak dan kewajiban pemotong yaitu :
1.
Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan
setoran PPh 21 dalam satu bulan takwin dengan PPh 21 yang terutang pada bulan
berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
2. Pemotong Pajak berhak untuk
memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan PPh 21 yang terutang
untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan dan jika masih ada sisa
kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun
berikutnya.
3. Pemotong pajak berhak membetulkan
sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam
jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak
atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan
tindakan pemeriksaan.
4. Pemotong Pajak berhak untuk
mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil Kurang Bayar.
5. Pemotong Pajak berhak mengajukan
permononan banding secara tertulis dalam dengan alasan yang jelas kepada badan
peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini dilakukan dalam jangka waktu 3
bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan
tersebut.
6. Pemotong pajak dapat mengajukan
permohonan untuk mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan Pasal 21. Permohonan diajukan secara tertulis selambat-lambatnya
tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai
perhitungan sementara PPh 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan
pembayaran PPh 21 yang terutang untuk tahun takwin yang bersangkutan.
7. Setiap pemotong pajak wajib
mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat. Kewajiban sebagai pemotong pajak berlaku juga terhadap organisasi
internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
8. Pemotong pajak mengambil sendiri
formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban
perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat.
9. Pemotong pajak wajib menghitung,
memotong, dan menyetorkan PPh 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim.
Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke
Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik
Daerah, atau Bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran,
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
10. Pemotong pajak wajib melaporkan
penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan
(SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat,
selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila dalam satu
bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh 21, maka kelebihan tersebut dapat
diperhitungkan dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun
takwim yang bersangkutan.
11. Pemotong pajak wajib memberikan
Bukti Pemotongan PPh 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya
pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerimaan
uang tembusan pensiun, penerimaan Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan
penerima dana pensiun.
12. Pemotong pajak wajib memberikan
Bukti Pemotongan PPh 21 Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun
bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal
Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap
berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan
diberikan oleh pemberi pekerja selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang
bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
13. Dalam waktu 2 bulan setelah tahun
takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh 21
yang terutang oleh pegawai tetap dan penerimaan pensiun bulanan menurut tarif
yang berlaku.
14. Setiap pemotong pajak wajib mengisi,
menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh 21 ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat pemotong pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Surat
Pemberitahuan Tahun PPh 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31
Maret tahun takwim berikutnya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pemotong
pajak yang tahun pajak atau tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim.
15. Pemotong pajak wajib menyetor
kekurangan PPh 21 yang berutang apabila jumlah PPh 21 yang terutang dalam suatu
tahun takwim lebih besar daripada PPh 21 yang telah disetor. Penyetoran
tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh 21
selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya.
16. Pemotong pajak wajib melampiri SPT
Tahunan PPh 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk
Pengisian SPT Tahunan PPh 21 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
E. Penghasilan
yang Dikenakan PPh Pasal 21
1.
Tarif PPh Pasal 21.
Tarif PPh 21 merupakan tarif pajak yang
dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi dengan jumlah penghasilan tertentu.
Tarif ini merupakan salah satu komponen penting dalam cara perhitungan PPh 21
2018 dan ditentukan berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, tarif PPh 21 ini.Tarif PPh 21 berikut ini
berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):
·
WP dengan penghasilan
tahunan sampai dengan Rp 50.000.000,- adalah 5%
·
WP dengan penghasilan
tahunan di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-adalah 15%
·
WP dengan penghasilan
tahunan di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- adalah 25%
·
WP dengan penghasilan
tahunan di atas Rp 500.000.000,- adalah 30%
·
Untuk Wajib Pajak yang
tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki
NPWP.
2.
PKP
(Penghasilan Kena Pajak) Pegawai Tetap.
Besarnya penghasilan neto bagi
pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh
penghasilan bruto dikurangi dengan:
· Biaya jabatan, sebesar 5% dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,- sebulan atau Rp 6.000.000,-
setahun;
· Iuran yang terkait dengan gaji yang
dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun atau jaminan hari tua yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
3.
PKP (Penghasilan Kena Pajak) Penerima Pensiun Berkala.
Besarnya penghasilan neto bagi
penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
· Seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi
dengan biaya pensiun.
· Sebesar 5% dari penghasilan
bruto.
· Setinggi-tingginya Rp 200.000,-
sebulan atau Rp 2.400.000,- setahun.
4.
PKP (Penghasilan Kena Pajak) Bukan Pegawai/Konsultan
Bila bukan pegawai seperti yang
dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3
huruf c namun ia memberikan jasa kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26, maka:
·
Bila
pemotong PPh Pasal 21 mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka
besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah
dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut,
kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan dengan bagian
gaji atau upah pegawai tersebut maka besar penghasilan bruto adalah sebesar
jumlah yang dibayarkan;
·
Bila
ia hanya melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam
kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material
atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa
dan material atau barang.
5.
PKP (Penghasilan Kena Pajak) Jasa Dokter
Untuk jumlah penghasilan bruto yang
dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik,
maka jumlahnya adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien sebelum
dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.
6.
Kesimpulan Bab
Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh 21 bagi wajib pajak
penerima penghasilan berbeda-beda. Tergantung dari status kepegawaian (pegawai
tetap, pegawai tidak tetap atau bukan pegawai).
Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong
PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
· Biaya jabatan, sebesar 5% dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000.- sebulan atau Rp 6.000.000.- setahun;
· Iuran yang terkait dengan gaji yang
dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun atau jaminan hari tua yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
F.
Penghitungan
PPh Pasal 21 Pegawai Tetap
Pegawai tetap adalah salah satu elemen
dari subjek pajak yang atas penghasilannya dikenakan pajak penghasilan
(PPh).Menilik dari definisi , berdasarkan pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 , Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima
atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk
anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus
menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang
bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai
yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.
Penghasilan dari seorang pegawai tetap
terbagi menjadi 2 yaitu penghasilan yang bersifat teratur dan penghasilan
bersifat tidak teratur. Penghasilan
yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau
upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan
secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk
uang lembur. Sedangkan
penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan bagi pegawai
tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu
tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR),
jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama
apapun. Berdasarkan kedudukannya Pegawai tetap
termasuk kedalam penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan dalam
penghasilan yang dipotong meliputi Penghasilan pegawai tetap yang bersifat
teratur maupun yang bersifat tidak teratur.
Penghasilan Kena Pajak yang diterima
oleh pegawai tetap berdasarkan pasal 10 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 252/PMK.03/2008 adalah Penghasilan Neto dikurangi Pengahasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP).Sedangkan Penghasilan Neto sendiri diperoleh dari jumlah seluruh
penghasilan bruto dikurangi Biaya Jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Iuran yang terkait dengan gaji
yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.Sedangkan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk PPh
pasal 21 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 dengan rincian sebagai
berikut.
·
Rp 54.000.000,- untuk
diri Wajib Pajak orang pribadi
·
Rp 4.500.000,- tambahan
untuk Wajib Pajak yang kawin
·
Rp 54.000.000,- untuk
istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
·
Rp 4.500.000,- tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Apabila terjadi perubahan status dari
semula tidak kawin menjadi kawin, besaran Pengahsilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
yang diberikan melihat pada status wajib pajak pada awal bulan.Contohnya ketika
Mulan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) menikah pada tanggal 15 Bulan Juni ,
maka Mulan tidak akan mendapatkan PTKP tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
karena statusnya pada awal bulan Juni masih belum kawin.
Sumber: UU No.36 tahun 2008
Untuk
perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak
terakhir, Tarif pajak diatas diterapkan pada berdasarkan perkiraan penghasilan yang
diterima dalam satu tahun (12 bulan) dengan ketentuan perkiraan atas
penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam 1
(satu) bulan dikalikan 12 (dua belas) serta ketentuan bahwa dalam hal terdapat
tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur, maka perkiraan penghasilan
yang akan diperoleh salama 1 tahun adalah sebesar jumlah penghasilan teratur
dalam 12 bulan ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur.
Kemudian
jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong tiap masa pajak adalah atas penghasilan
yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang atas jumlah
penghasilan dalam 12 bulan dibagi 12 serta atas penghasilan yang bersifat tidak
teratur adalah sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas
penghasilan tidak teratur ditambah dengan penghasilan teratur dalam 12 bulan
dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan teratur yang didapatkan
selama 12 bulan.Beberapa ketentuan lain yang terkait penetapan tarif pajak
kepada pegawai tetap adalah sebagai berikut.
Apabila
seorang pegawai tetap mulai bekerja setelah bulan Januari, maka faktor pembagi
atau faktor pengali yang digunakan untuk menghitung jumlah penghasilan maupun
tarif pajak tiap masa adalah sebesar sisa bulan yang tersisa dalam tahun
kalender.
Besarnya
PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih
antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak
selama 1 tahun pajak atau bagian tahun
pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam
tahun pajak yang bersangkutan
Dalam
hal pegawai tetap kewajiban pajak subjektifnya hanya meliputi bagian tahun
pajak, perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bagian tahun pajak tersebut
dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang disetahunkan, sebanding dengan
jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.
Dalam
hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan desember dan jumlah PPh Pasal
21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari
PPh pasal 21 yang terhutang untuk 1 tahun pajak, maka kelebihan PPh Pasal 21
yang telah dipotong tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang
bersangkutan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21, paling
lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti bekerja.
1.
Contoh
Soal Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap
Lily merupakan salah
satu karyawan di perusahaan swasta. Status Lily saat ini sudah menikah dan punya
dua orang anak. Suami Lily juga bekerja sebagai karyawan swasta. Gaji pokok
Lily adalah sebesar 6 juta rupiah per bulannya. Perusahaan tempat Lily bekerja
menanggung pensiun dan BPJS Kesehatan yang dihitung 1% dari perhitungan gaji
karyawan. Selain
itu, ada juga jaminan hari tua (JHT) setiap bulannya sebesar 3,7% dari gaji,
sedangkan Lily juga membayar iuran JHT sebesar 2% dari gaji. Premi Jaminan
Kecelakan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh perusahaan dengan
masing-masing sebesar 1% dan 0,3% dari gaji. Pemasukan Lily
tersebut belum termasuk tunjangan lembur sebesar Rp 2.000.000,- pada bulan
Agustus 2016.
Pembahasan
Gaji 6.000.000
Tunjangan Lembur 2.000.000
Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) 0,24% 14.400
Premi Jaminan Kematian
0.3% 32.400
Penghasilan
Bruto 8.032.400
Pengurangan :
Biaya jabatan: 5% x
8.032.400 401.620
Iuran Jaminan Hari Tua
(JHT): 2% x 8.032.400 120.000
Iuran Pensiun (1%) 60.000
Penghasilan Neto
7.450.780
Penghasilan Neto
setahun 89.409.360
Penghasilan
Tidak Kena Pajak
untuk Wajib
Pajak sendiri 54.000.000
Penghasilan Kena
Pajak 35.409.360
PPh terutang
5% x 35.409.360
1.770.450
PPh terutang
bulan Oktober
1.770.450:12 147.538
Anton bekerja pada perusahaan PT. ABC,
memperoleh upah sebesar Rp. 15 Juta Perbulan.Anton statusnya adalah menikah dan
memiliki 2 orang anak.Perusahaan tersebut mengikuti program BPJS
Ketenagakerjaan dan membayar premi (nilai % berdasarkan upah) sesuai dengan
ketentuan dari BPJS, antara lain sebagai berkut :Program Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) sebesar 0.89% (tingkat risiko sedang), dibayar oleh
perusahaan ;Program Jaminan Kematian (JKM) sebesar 0.3%, dibayar oleh
perusahaan ;Program Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 5,7%, 3,7% dibayar oleh
perusahaan, dan 2% oleh Anton.Program Jaminan Pensiun sebesar 3%, 2% dibayar
oleh perusahaan, dan 1% oleh Anton.
Pembahasan
Gaji 15.000.000
Jaminan Kecelakaan
Kerja 133.500
Jaminan Kematian 45.000
Penghasilan
Bruto 15.178.500
Pengurang
Biaya Jabatan 5% x
15.178.500 500.000
Jaminan Hari Tua 2% x
15.000.000 300.000
Jaminan Pensiun 1% x
15.000.000 50.000
Penghasilan Neto
Sebulan 14.228.500
Penghasilan Neto
Setahun 170.742.000
PTKP:
-Wajib Pajak 54.000.000
-WP Kawin 4.500.000
-2 Orang Anak 9.000.000
PKP Setahun 103.242.000
PPh Pasal 21
terutang
5% x 50.000.000 2.500.000
15% x 53.242.000 7.986.300
PPh Pasal 21
terutang setahun 10.486.300
PPh Pasal 21
terutang per Bulan
10.486.300 : 12 873.858
Sumber :
- - Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tatacara Perpajakan Sebagaimana telah Beberapakali Diubah, Terakhir
Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
- Republik
Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Sebagaimana Telah Beberapakali Diubah, Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36tahun 2008
-
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 31/Pj/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal
26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
-
Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/Pmk.03/2017
-
Wikipedia,
The Free Encyclopedia, The Witholding Tax System.
-
Buku
Oasis Pemotongan Dan Pemungutan Pph.
- - Faisal, Gatot S.M. How To Be A
Smarter Taxpayer. Jakarta : Grasindo.
-
Http://Pajak.Go.Id/Content/Kenali-Para-Pemotong-Dan-Pemungut-Pajak-Di-Indonesia (Diakses Jam 21.30, Jumat 21/09/2018)
- Https://Sleekr.Co/Blog/Perhitungan-Pph-21-Berdasarkan-Ptkp-2016/
(Diakses Tanggal 22 September 2018)
Alhamdulillah, akhirnya sudah sampai di materi part 2 terakhirnyaa, Bagaimana? Pastinya tetap semangat yaa, karena masih banyak lagi pasal lainnya terkait perpajakan. Jangan sampai menyerah!
Tunggu next blog soon, silahkan comment dengan sopan ^^
Thanks a lot sudah berkunjung ^^
Tunggu next blog soon, silahkan comment dengan sopan ^^
Thanks a lot sudah berkunjung ^^
Komentar
Posting Komentar