STUDY _ Gambaran Umum Pemotongan dan Pemungutan PPh serta Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap
WELCOME...
1.
Prinsip Dasar Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Penghasilan.
2.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemotongan dan
Pemungutan Pajak.
3.
Objek Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Penghasilan.
4.
Kesimpulan Sub Bab.
B.
Definisi dan Perbedaan Pemotongan dan Pemungutan
PPh
1.
Definisi Pemotongan dan Pemungutan PPh
2.
Perbedaan Pemotongan dan Pemungutan Pajak
3.
Ilustrasi Pemotongan.
4.
Ilustrasi Pemungutan.
C. Jenis-jenis
Pemotongan dan Pemungutan PPh
1.
PPh
Pasal 21
2.
PPh Pasal 22
3. PPh Pasal 23
4. PPh Pasal 26
5. PPh Final Pasal 4 ayat (2)
6. PPh Pasal 15
Yap... sekian dari materi part1 nyaa, jangan lupa comment yap dengan sopan..
Belajar pajak asyik kok asal kita benar-benar niat dari hati ehee, Tetap semangat dan berjuang karena Hidup itu Berjuang ^^
Terimakasih kunjungannya dan semoga bermanfaat ^^
Kembali lagi dengan blog ini, tentang study _perpajakan yak lanjutannya dari kemarin. Mengawali bulan terakhir, Desember yayy , penutup tahun 2018 ini.
Well, jangan sampai ketinggalan dengan materi materi selanjutnya. Dan, materi gambaran umum PPh dan juga PPh pasal 21 terbagi jadi 2 part yaap karena banyak sekali yang harus diperdalam :D. Fighting!!!
selamat membaca dan memahamai ea ^^
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang
terutang atas penghasilan, antara lain penghasilan dari gaji, penghasilan dari
laba usaha, penghasilan berupa hadiah, dan penghasilan berupa bunga. Wajib
Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterimanya dalam 1 (satu) tahun
pajak.
PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak
harus dilunasi pembayarannya oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang Pajak
Penghasilan telah mengatur cara pelunasan PPh yang terutang oleh Wajib Pajak,
yaitu dengan cara membayar sendiri dan melalui pemotongan/pemungutan yang
dilakukan oleh pihak lain. Apapun cara pelunasannya, baik membayar sendiri
maupun melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, Wajib Pajak diharapkan
dapat memahami dengan tepat cara menghitung PPh yang terutang, bagaimana
pembayarannya, dan mekanisme pelaporan PPh yang telah dibayar tersebut.
PPh yang dipotong dan/atau dipungut melalui
pihak lain lebih dikenal dengan istilah PPh Potput. Sesuai ketentuan dalam
Undang-Undang PPh, PPh Potput terdiri atas PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15,
PPh Pasal 21, PPh PasaL 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.
Objek PPh Potput terdiri atas berbagai macam
penghasilan, antara lain penghasilan dari pekerjaan, pemberian jasa, sewa
bangunan, dan dividen.
Pemotongan dan pemungutan pajak adalah
suatu mekanisme pelunasan pajak yang terutang melalui pemotongan atau pemungutan
pihak lain. Pemotongan atau pemungutan pajak dipandang sangat efektif dalam
keberhasilan pemungutan pajak, mengingat pajak akan dipotong atau dipungut oleh
pihak lain pada saat timbulnya objek pajak, dalam prinsip Pay as Your Earn.
Kelebihan dan kekurangan mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pemerintah sebagai otoritas perpajakan dan
sisi wajib pajak, yang keduanya bertentangan satu sama lain. Kelebihan Sistem
ini adalah ketepatan waktu pemungutan, kemudahan dan kesederhanaan, dan Biaya
Pemungutan pajak yang lebih murah, namun kelemahannya adalah mempengaruhi
cashflow Wajib Pajak, menambah beban administrasi wajib pajak, menambah beban
biaya wajib pajakdan timbulnya risiko hukum atas kepatuhan wajib pajak.
Pemotongan dan pemungutan pajak Penghasilan dapat dikalsifikasikan dalam dua
kelompok yaitu Domestic witholding tax dan International witholding tax. Hal
yang membedakan dari kedua kelompok tersebut terutama pada penetapan tarif
pajak.
Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Penghasilan adalah suatu mekanisme yang memberikan penugasan dan tanggungjawab
kepada pihak ketiga untuk melakukan pemotongan atau pemungutan atas pajak
penghasilan yang terutang pada suatu transaksi yang dikenakan pajak. Keunggulan
dalam mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak adalah waktu yang tepat dalam
pemungutan pajak. Dalam mekanisme witholding tax, pajak dipotong atau dipungut
ketika penghasilan diterima oleh subjek pajak. Prinsip "pay as you
earn" pajak dikenakan ketika penghasilan tersebut diterima atau diperoleh.
Kontribusi penerimaan pajak dari
mekanisme pemotongan dan pemungutan terhadap penerimaan pajak penghasilan cukup
signifikan, mencapai kisaran 50% dari penerimaan PPh Secara keseluruhan.
Penerimaan tersebut dikontribusikan dari penerimaan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22,
PPh, Pasal 23 PPh Pasal 26 dan Penerimaan PPh Final.
Pelaksanaannya mekanisme witholding
tax system, melibatkan pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pemotong dan pemungut
pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk diberikan kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak yang terutang disebut sebagai pemotong pajak. Pihak ketiga
yang ditunjuk dan diberi kewajiban untuk melakukan pemungutan pajak disebut
sebagai pemungut pajak. Pemotong dan pemungut pajak termasuk sebagai wajib pajak
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan,
bahwa:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pemotong dan pemungut pajak bukanlah
subjek pajak, namun diberi tanggungjawab untuk memotong, memungut dan
menyetorkan serta melaporkan pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukannya.
Yang menjadi Subjek Pajak adalah penerima penghasilan, dan objek pajaknya
adalah penghasilan yang diterima dan atau diperoleh. Tanggung jawab pelaksanaan
mekanisme witholding tax system, diberikan oleh undang-undang kepada pemotong
dan pemungut pajak sehingga terdapat sanksi-sanksi perpajakan tidak terdapat
ketidakpatuhan atau penyalahgunaan dalam menjalankan kewajiban sebagai pemotong
atau pemungut pajak.
Dalam sistem perpajakan self
assessment, pemotong dan pemungut pajak pajak diberikepercayaan untuk
menghitung, menmotong dan memungut, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang. Mengingat fungsi yang strategis dari PPh Pemotongan dan
pemungutan ini maka diperlukan penguasaan yang cukup oleh para aparat
perpajakan agar bisa melaksanakan tugas dalam melakukan pelayanan, pembinaan
dan pengawasan kepada wajib pajak terkait dengan pemotongan dan pemungutan
pajak penghasilan. Modul ini disusun sebagai bahan ajar dan materi dalam mata
diklat PPh Pemotongan dan Pemungutan pada Diklat Teknis Substantif Dasar I
(DTSD I), yang bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta
diklat mengenai PPh Pemotongan dan Pemungutan, dari sisi landasan hukum,
tatacara perhitungan, tatacara pemotongan atau pemungutan, tatacara pelaporan
dan hal-hal lain yang terkait dengan ketentuan pemotongan dan pemungutan pajak
penghasilan.
1.
Prinsip Dasar Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Penghasilan.
Pemotongan pajak dapat diartikan sebagai
kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang
dilakukannya. Pemotongan dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran
terhadap penerima penghasilan. Pihak pembayar bertanggungjawab atas pemotongan
dan penyetoran serta pelaporannya. Pemungutan pajak berbeda dengan pemotongan.
Pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas
suatu transaksi. Pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah pembayaran atas
perolehan barang. Namun demikian ada juga pemungutan yang dilakukan oleh pihak
pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan. Misalnya pemungutan oleh
bendaharawan pemerintah atas pengadaan barang. Secara mekanisme pemungutannya,
lebih menyerupai pemotongan pajak, karena dilakukan oleh pihak pembayar. Dengan
demikian pemungutan pajak dilakukan dengan dua cara yaitu:
·
Dengan cara pemotongan atas pembayaran yang dilakukan oleh pembeli
barang, misalnya pemungutan PPh Pasal 22 bendaharawan dan BUMN/BUMD, PPh Pasal
22 atas pedagang pengumpul, dan
·
Pemungutan oleh pihak yang menjual barang atau yang memiliki
otoritas mengeluarkan barang, misalnya PPh Pasal 22 atas penebusan DO Migas,
penjualan semen, kertas, otomotif barang sangat mewah dan PPh Pasal 22 impor
oleh Ditjen Bea dan Cukai.
2.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemotongan dan
Pemungutan Pajak.
Kelebihan dan kekurangan mekanisme
pemotongan dan pemungutan pajak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi
pemerintah sebagai otoritas perpajakan dan sisi wajib pajak. Keduanya tentunya
sangat bertentangan satu sama lain karena perbedaan kepentingan. Dapat terjadi
kelebihan di suatu sisi, menjadi kekurangan di sisi yang lain. Kelebihan dan
kekurangan Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak dibandingkan dengan sistem
pemungutan yang lain adalah:
a.
Kelebihan:
1)
Ketepatan
waktu penyetoran.
2)
Kemudahan
3)
Kesederhanaan
4)
Biaya
Pemungutan pajak yang lebih murah.
b.
Kelemahan:
1)
mempengaruhi
cashflow Wajib Pajak
2)
menambah
beban adminisitrasi wajib pajak
3)
menambah
beban biaya wajib pajak
4)
Resiko
hukum atas kepatuhan wajib pajak
Pemotongan dan pemungutan pajak
dilakukan pada suatu saat dimana pajak dinyatakan terutang. Saat yang tepat
untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak adalah pada saat pendapatan
tersebut diterima atau diperoleh. Secara umum Pajak Penghasilan terutang pada
suatu tahun pajak, sehingga jumlah penghasilan yang terakumulasi pada suatu
tahun pajak merupakan dasar untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang.
Dengan ditetapkannya pajak terutang pada suatu saat yaitu pada saat dianggap
berpotensi timbulnya penghasilan, maka sistem witholding ini akan memaksa wajib
pajak melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu perhitungan hingga akhir tahun
pajak.
Dari sisi pemerintah, hal ini akan
membantu menjaga cashflow keuangan pemerintah, tanpa harus menunggu pada akhir
tahun pajak. Mengingat kebutuhan pembiayaan pemerintah juga berlangsung selama
tahun berjalan. Mekanisme witholding system ini sangat diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam tahun berjalan.
Dari sisi subjek pajak, witholding
system memaksa subjek pajak untuk melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu
perhitungan pada akhir tahun pajak. Pajak-pajak yang telah dipotong atau
dipungut dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan pada akhir tahun pajak,
kecuali jika pemotongan dan pemungutannya bersifat final. Cashflow wajib pajak
akan terpakai sebelum jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak diketahui.
Bahkan akibat pemotongan dan pemungutan pajak dapat terjadi lebih bayar apabila
jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil dari jumlah yang
dibayar dan dipotong atau dipungut pihak lain.
Wajib pajak pemotong dan pemungut,
relatif tidak terlalu terganggu secara cashflow, bahkan ada kemungkinan wajib
pajak pemotong dan pemungut diuntungkan secara cashflow, karena perbedaan waktu
antara saat terutang pajak, saat dilakukan pemotongan atau pemungutan dan saat
penyetoran pajak terutang adalah berbeda. Selisih jangka waktu ini tidak
membebani karena biasanya pajak terutang dipotong atau dipungut terlebih
dahulu, baru kemudian pada saat yang ditentukan disetorkan ke kas negara.
Witholding tax system akan membawa
kemudahan bagi administrasi perpajakan pihak otoritas perpajakan. Dengan adanya
Witholding tax system maka tugas administrasi pengawasan yang seharusnya
dilakukan kepada para subjek pajak penerima penghasilan, maka cukup dilakukan
pengawasan kepada wajib pajak yang ditunjuk sebagai witholder atau
pemotong/pemungut pajak. Misalnya dalam hal pemotongan PPh Pasal 21 akan lebih
mudah melakukan administrasi pengawasan kepada pemberi kerja dibandingkan
dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para karyawan penerima
penghasilan. Contoh lain dalam hal pembagian dividen, mengawasi Wajib Pajak
yang melakukan pemotongan pajak atas dividen akan lebih sederhana dan mudah
dibandingkan dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para penerima
dividen, yang mungkin berjumlah sangat banyak.
Namun demikian kemudahan dan
kesederhanaan bagi otoritas perpajakan akan menjadi beban tambahan bagi wajib
pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Beban bagi wajib
pajak bukan hanya beban administrasi, melainkan juga beban biaya dan risiko
hukum yang mungkin timbul akibat kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak.
Beban administrasi timbul karena wajib pajak pemotong dan pemungut pajak
berkewajiban melakukan pembukuan atas pemotongan dan pemungutan, membuat bukti
potong, melakukan perhitungan pajak terutang, melakukan pemotongan dan
melakukan penyetoran, serta membuat Surat Pemberitahuan (SPT) dan melaporkan ke
KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Bagi Subjek pajak yang dipotong pajak,
witholding system memudahkan secara administrasi. Beban administrasi sebagian
telah diambil alih oleh Wajib Pajak Pemotong atau Pemungut Pajak. Subjek pajak
memperhitungkan pajak yang telah dipotong dan dipungut oleh pemotong atau
pemungut pajak dalam SPT Tahunan.
Risiko hukum bagi wajib pajak pemotong
atau pemungut pajak dapat timbul jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaan
kewajiban pemotongan atau pemungutan, baik karena kealphaan atau
ketidaksengajaan maupun kesengajaan atau karena sebab lainnya. Sanksi
perpajakan dapat berupa sanksi administrasi atau sanksi pidana perpajakan
sesuai ketentuan yang berlaku.
3.
Objek Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Penghasilan.
Withloding income tax sytem yang
berlaku di Indonesia tergolong sangat luas pengenaannya. Pada umumnya
witholding tax terbatas pada pembayaran gaji dan upah (payroll tax) dan passive
income meliputi bunga, dividen dan royalty. Namun demikian Undang-undang
perpajakan memberikan wewenang yang luas tidak terbatas hanya pada penghasilan
dalam hubungan kerja dan passive income saja, melainkan meliputi semua sektor
usaha seperti jasa, perdagangan dan industri manufaktur. Pemotongan dan
pemungutan pajak Penghasilan dapat dikalsifikasikan dalam dua kelompok yaitu
Domestic witholding tax dan International witholding tax.
Termasuk dalam kelompok domestic witholding tax adalah:
·
Pemotongan
PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi (PPh Pasal 21)
·
Pemungutan
Pajak Penghasilan (PPh Pasal 22)
·
Pemotongan
Pph Atas Dividen, Bunga Dan Royalty, Sewa Dan Imbal Jasa Kepada Wajib Pajak
Dalam Negeri.
Sedangkan yang termasuk kedalam kelompok International
witholding tax adalah:
·
Pemotongan
PPh atas Wajib Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 26).
Hal yang paling membedakan dari kedua
kelompok di atas adalah tarif pajak. Jika pada kelompok domestic witholding
tax, terdapat bermacam-macam tarif. Besaran Tarif PPh Pemotongan dan pemungutan
pada awalnya disesuaikan dengan besarnya perkiraan penghasilan nettonya. Namun
dalam perkembangannya tarif terutama pada PPh Pasal 23 dibuat sama. Sedangkan
pada International witholding tax, tarif pajak ditentukan sepadan 20% dari
nilai bruto, kecuali pada transaksi-transaksi tertentu yang dihitung dari
perkiraan penghasilan neto.
4.
Kesimpulan Sub Bab.
Sistem
Pemotongan dan Pemungutan PPh (witholding tax system) di Indonesia, diterapkan
sangat luas tanpa batasan-batasan yang jelas yang dapat diterapkan hampir di
semua jenis penghasilan dan usaha. Keunggulan dari sistem ini terletak pada
efisiensi dari segi administrasi dan biaya pemungutan, walaupun menimbulkan
beban bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Witholding tax system dapat diterapkan baik bagi tansaksi yang berpotensi
menimbulkan penghasilan yang bersifat domestik dan transaksi-transaksi yang
berpotensi menimbulkan penghasilan yang bersifat internasional.
B.
Definisi dan Perbedaan Pemotongan dan Pemungutan
PPh
1.
Definisi Pemotongan dan Pemungutan PPh
· Definisi Pemotongan PPh
Sesuai Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
(WP), maka selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran
bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan
oleh pihak ketiga. Dalam mekanisme ini, pihak ketiga ditunjuk berdasarkan
ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut pajak dan menyetorkannya ke kas
Negara.
Pemotongan pajak
adalah kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan
pembayaran yang dilakukannya. Pemotongan dilakukan oleh pihak-pihak yang
melakukan pembayaran terhadap penerima penghasilan. Pihak pembayar
bertanggungjawab atas pemotongan dan penyetoran serta pelaporannya.Dalam sistem administrasi perpajakan di Indonesia
dikenal sistem pemotongan dan pemungutan
Pajak Penghasilan atau biasa disebut witholding tax. Dalam
sistem ini, Undang-undang menunjuk satu pihak yang biasanya merupakan sumber
penghasilan untuk memotong atau memungut Pajak Penghasilan kepada fihak lain
yang menerima penghasilan. Sistem ini diterapkan agar Wajib Pajak langsung
membayar Pajak Penghasilan begitu menerima penghasilan tersebut. Prinsip “pay
as you earn” ini dipakai terutama untuk memastikan agar Wajib Pajak
melunasi Pajak Penghasilan atas penghasilan yang dterima atau diperolehnya.
Dengan adanya sistem pemotongan dan pemungutan pajak ini,
Wajib Pajak melunasi pajak dengan dua cara: melalui pembayaran sendiri dan
melalui pemotongan dan/atau pemungutan pihak lain. Pelunasan pajak dengan cara
pembayaran sendiri biasanya berupa PPh Pasal 25 yang dilakukan tiap bulan dan
PPh Pasal 29 berupa setoran akhir tahun. Beberapa Wajib Pajak tertentu melunasi
pembayara pajaknya dengan PPh Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15 dan PPh Pasal 19.
Bukti pelunasan pajak dengan cara ini adalah Surat Setoran Pajak (SSP).
Jenis-jenis
pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal
21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15.
Pemotongan/pemungutan atas jenis-jenis pajak inilah dinamakan withholding
tax system. Selain jenis-jenis pajak tersebut, sistem perpajakan di
Indonesia mengenal pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM). Meski tidak termasuk dalam skenario withholding
tax system, namun pemungutan PPN dan PPnBM harus diperhatikan kewajibannya
karena terkait dengan kewajiban perpajakan pihak ketiga.
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh
pihak pemberi penghasilan kepada WP
orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan. Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh
perusahaan pemberi kerja. WP berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan
sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada
karyawannya maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi dapat juga ditunjuk
sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat WP
orang pribadi terdaftar.
·
Definisi Pemungutan PPh
Pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang
terutang atas suatu transaksi. Pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah
pembayaran atas perolehan barang. Namun demikian ada juga pemungutan yang dilakukan
oleh pihak pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan.
Jumlah pajak yang dipotong atau dipungut ini nantinya akan
menjadi pengurang pajak atau kredit pajak di SPT Tahunan Wajib Pajak. Pemungutan secara umum berarti pihak
yang dipungut membayar pajak diluar dasar pemungutan pajak, contoh : PPN dan
PPh Pasal 22 (kecuali bendaharawan).
2.
Perbedaan Pemotongan dan Pemungutan Pajak
No
|
Hal Pembanding
|
Pemotongan
|
Pemungutan
|
1.
|
Dari sisi Jenis pajak
|
Digunakan untuk PPh 21 (Pemotongan atas penghasilan berupa
gaji, honorarium), PPh 23 (Pemotongan atas penghasilan berupa hasil imbalan
jasa, royalti, dividen,dll) , dan juga PPh 26 (Pemotongan atas penghasilan
bagi WP Luar Negeri)
|
Digunakan untuk PPh 22 (pemungutan atas penjualan ke
bendaharawan APBN/D, impor, dll) dan untuk PPN
|
2.
|
Dari sisi objek
|
Pemotongan pajak pada umumnya dikenakan atas penghasilan
yang memang akan menjadi penghasilan bagi si penerima,cth : gaji, imbalan
jasa, dan dividen
|
Pemungutan pada umumnya dikenakan atas
sesuatu yang belum tentu penghasilan bagi penerima uang, karena objek
pemungutan bisa jadi berupa Penjualan, bisa juga berupa Pembelian, cth : PPh
22 atas impor barang, PPh 22 atas pembelian BBM
|
3.
|
Dari sisi subjek (executor)
|
Pemotong pajak pada umumnya tidak spesifik, yaitu pemberi
kerja, bendaharawan pemerintah atas gaji, dan penyelenggara kegiatan.
|
Pemungut pajak sifatnya lebih spesifik, karena ditunjuk
oleh Menkeu, yaitu Bendaharawan pemerintah, Badan tertentu, DJBC, dll (PER
57/2010)
|
4.
|
Dari sisi pengisian SSP (Surat Setoran Pajak)
|
Kolom NPWP pada saat pengisian SSP diisi dengan NPWP
Pemotong Pajak. Hal ini penting agar dapat dilakukan ekualisasi antara biaya
yang telah dikeluarkan oleh pemotong dengan pajak yang telah dipotong karena
kewajiban pemotongan dan penyetoran telah dilimpahkan pada pemotong pajak
|
Kolom NPWP pada saat pengisian SSP diisi dengan NPWP Pihak
yang dipungut
|
3.
Ilustrasi Pemotongan.
PT Adem adalah sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang leveransir, percetakan, jual beli manusia, pokoknya semua dijual demi
mencari keuntungan. PT Adem memiliki 5 orang pegawai tetap. Pada 3 Februari
2011 PT Adem membayar gaji pegawai masing masing sebesar Rp 2.000.000. Ketika
15 Februari PT Adem membayar sebesar Rp 1.500.000 kepada CV Ayem sebagai
imbalan atas jasa konsultasi keuangan yang diberikan oleh CV Ayem. Ketika 26
februari, PT Adem membayarkan dividen sebesar 3.000.000 kepada Pak Aul selaku pemegang
sahamnya. Pemotongan pajaknya :
a)
Untuk Gaji : Pph 21 sebesar 5% x
2.000.000 = 100.000
Jumlah uang yang diterima oleh masing-masing pegawai = 2.000.000 –
100.000 = 1.900.000
Pajak sebesar 100.000 ini akan diperhitungkan pada akhir tahun oleh
pegawai tersebut sebagai kredit pajak dengan melampirkan bukti potong yang
diterbitkan oleh PT Adem.
b)
Untuk Imbalan jasa : PPh 23 sebesar 2% x
1.500.000 = 30.000
Jumlah uang yang diterima CV Ayem = 1.500.000 – 30.000 = 1.470.000
Pajak sebesar 30.000 akan diperhitungkan CV Ayem pada akhir tahun
sebagai kredit pajak dengan melampirkan bukti potong yang diterbitkan PT Adem.
c)
Untuk dividen : dikenakan PPh final = 10% x
3.000.000 = 300.000
Jumlah uang yang diterima oleh Pak Aul = 3.000.000 -300.000 =
2.700.000
Pajak sebesar 300.000 ini tidak dapat diperhitungkan oleh Pak Aul
sebagai kredit pajak karena bersifat final (Pasal 17 UU PPh). Kepada Pak Aul
diberikan bukti potong.
Bagi PT Adem, ia wajib wajib menyetor
pajak yang telah dipotong sebesar (5 x 100.000) + 30.000 + 300.000 = 830.000
dengan SSP a.n PT Adem, selambat-lambatnya tanggal 10 Maret 2011 dan
melaporkannya dalam SPT Masa PPh 21 dan 23 selambat-lambatnya 20
Maret 2011.
|
4.
Ilustrasi Pemungutan.
Pada tanggal 5 Maret 2011, PT Adem melakukan
penyerahan atas penjualan ATK ke Bendaharawan Pemda Sumut sebesar Rp
50.000.000. Pembayaran dilakukan bendahara pada tanggal 15 Maret 2011.
Selain itu, PT Adem melakukan pembelian kertas langsung ke Industri Kertas PT
KePaper n Pulp sebesar 100.000.000 pada tanggal 10 Maret 2011. Pemungutan
pajaknya:
a)
Atas penjualan ke bendahara : Bendahara
wajib memungut PPh 22 (Pembelian di atas 2.000.000, sesuai SE-92/2010)
atas penyerahan ATK oleh PT Adem sebesar : 1.5 % x 50.000.000 = 750.000. Uang
yang diterima oleh PT Adem adalah 50.000.000 – 750.000 = 49.250.000. Bendahara
wajib menyetorkan pajak sebesar 750.000 pada saat pemungutan yaitu tanggal 15
Maret 2011 dengan SSP a.n PT Adem selaku pihak yang dipungut dan melaporkannya
pada tanggal 20 April 2011. Atas pemungutan ini PT Adem dapat melakukan
perhitungan kembali atas pemungutan pajak yang dilakukan Bendahara Pemda Sumut.
b)
Atas pembelian kertas : PT KePaper n Pulp
selaku pemungut PPh 22 melakukan pemungutan PPh 22 sebesar 0.1 % x 100.000.000
= 100.000 pada saat penjualan kertas ke PT Adem (10 Maret 2011). Uang yang
dibayarkan PT Adem sebesar 100.000.000 + 100.000 = 100.100.000. Atas pemungutan
ini PT Adem dapat melakukan perhitungan kembali atas pajak yang telah dipungut
di akhir tahun.
|
C. Jenis-jenis
Pemotongan dan Pemungutan PPh
Jenis-jenis pemotongan-pemungutan pajak terdiri dari
PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 26, PPh Final pasal 4 (2), dan
PPh pasal 15. Jenis pemotongan pajak ini merujuk pada pasal yang mengatur hal
tesebut dalam UU Pajak Penghasilan. Pemotongan-pemungutan atas jenis-jenis
pajak tersebut dinamakan withholding tax system, yaitu:
1.
PPh
Pasal 21
Menurut Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 32/PJ/2015 adalah: Pajak atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Dengan artian bahwa
PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas segala penghasilan. Pengenaan PPh
pasal 21 dilakukan dengan cara pemotongan pajak penghasilan melalui pemotongan
pajak PPh pasal 21.
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak
pemberi penghasilan kepada WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya pembayaran gaji yang diterima
oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. WP berbentuk badan
ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang
dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi
dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya
dari KPP tempat WP orang pribadi terdaftar.
·
Pemotong PPh Pasal 21
1)
Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi
dan badan.
2)
Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
3)
Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan lainnya;
4)
Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain
kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri,
peserta pendidikan, pelatihan dan magang;
5)
Penyelenggara kegiatan, termasuk badan
pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan,
orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan;
·
Penerima Penghasilan Yang
Dipotong PPh Pasal 21
1)
Pegawai;
2)
Penerima uang pesangon, pensiun atau uang
manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli
warisnya;
3)
Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain
meliputi:
§ tenaga
ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
§ pemain
musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain
drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
§ olahragawan;
§ penasihat,
pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
§ pengarang,
peneliti, dan penerjemah;
§ pemberi
jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa
kepada suatu kepanitiaan;
§ agen
iklan;
§ pengawas
atau pengelola proyek;
§ pembawa
pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
§ petugas
penjaja barang dagangan;
§ petugas
dinas luar asuransi;
§ distributor
multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenisnya.
4)
Peserta kegiatan yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan,
antara lain meliputi:
§ peserta
perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
§ peserta
rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
§ peserta
atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
§ peserta
pendidikan, pelatihan, dan magang;
§ peserta
kegiatan lainnya.
·
Penerima Penghasilan Yang
Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1)
Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat
atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:
§ bukan
Warga Negara Indonesia; dan
§ di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
2)
Pejabat perwakilan organisasi internasional
yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
·
Penghasilan Yang Dipotong
PPh Pasal 21
1)
Penghasilan yang diterima atau diperoleh
pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak
teratur;
2)
Penghasilan yang diterima atau diperoleh
penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya;
3)
Penghasilan sehubungan dengan pemutusan
hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara
sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
4)
Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga
kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan,
atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5)
Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain
berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam
bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan;
6)
Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain
berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan
nama apapun.
·
Penghasilan Yang Tidak
Dipotong PPh Pasal 21
1)
Pembayaran manfaat atau santunan asuransi
dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
2)
Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
3)
Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran
tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara
tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang
dibayar oleh pemberi kerja;
4)
Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah;
5)
Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga
Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti
pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar
negeri.
·
Lain-Lain
1)
Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke kantor
Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2)
Pegawai, penerima pensiun berkala, serta
bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara
berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan
yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat
mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib
menyerahkannya kepada Pemotong Pajak saat mulai bekerja atau mulai pensiun;
3)
Dalam hal terjadi perubahan tanggungan
keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai yang menerima
penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu)
tahun kalender wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada
pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya;
4)
Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat dan
memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada penerima penghasilan yang
dipotong pajak.
2.
PPh Pasal 22
Pajak
penghasilan pasal 22 menurut Undang-undang pajak penghasilan nomor 36 tahun
2008 adalah: Bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Pajak
Penghasilan ini dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor, dan
re-impor.
Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh pihak
tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan
pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta
penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan PPh Pasal 22 meliputi
pemungutan atas: (1) pembelian barang oleh instansi Pemerintah; (2) ;kegiatan
impor barang; (3) produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja,
kertas, rokok, dan otomotif; (4) pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan,
perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul; (5) Pemungutan PPh
atas penjualan atas barang yang tergolong mewah. WP dapat ditunjuk sebagai
pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sekaligus sebagai pihak yang dipungut PPh
Pasal 22.
·
Tarif PPh Pasal 22:
1)
Atas Impor: Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) adalah 2,5% x
nilai impor, jika tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API) maka tarifnya
adalah sebesar 7,5% x nilai impor. Pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB,
Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD tarifnya adalah 1,5 x harga pembelian (tidak
termasuk PPN dan tidak final).
2)
Atas penjualan hasil produksi:
§
Kertas = 0,1% x DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPN (tidak final)
§
Semen = 0,25% x DPP PPN (tidak final)
§
Baja = 0,3% x DPP PPN (tidak final)
§
Otomotif = 0,45% x DPP PPN (tidak final)
Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan
barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah
bersifat final bagi penyalur atau agen dan tidak bersifat final bagi yang
lainnya.
3)
Atas Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri tarifnya adalah
0,25% x harga pembelian (Tidak termasuk PPN).
4)
Atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu yang menggunakan Angka
Pengenal Impor (API) adalah 0,5% x nilai impor.
PPh
Pasal 22 merupakan cicilan PPh pada tahun berjalan, dalam artian pada akhir
tahun cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan maupun PPh
orang pribadi. Dengan begitu disimpulkan bahwa PPh Pasal 22 dikenakan kepada
perdagangan barang yang dianggap menguntungkan karena itu PPh Pasal 22 dapat
dikembalikan baik saat penjualan dan pembelian.
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.
Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi
atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang;
2.
Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah
maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain.
3.
Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
·
Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22
1)
Bank Devisa dan DJBC atas:
§
Impor barang
§
Ekspor Komoditas tambang
batubara, mineral logam, dll.
2)
Bendahara Pemerintah dan
KPA
3)
Bendahara Pengeluaran
dengan mekanisme (UP)
4)
KPA
5)
Badan usaha, meliputi:
§
BUMN
§
BUMN hasil restrukturisasi
§
Badan usaha tertentu yang
dimiliki oleh BUMN
6)
Badan usaha yang bergerak
dalam industri semen, kertas, baja, otomitif, dll
7)
Agen Tunggal Pemegang
Merek, Agen Pemegang Merek dan importir umum
8)
Produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas, dll
9)
Badan usaha yang membeli
hasil kehutanan , perkebunan, pertanian, perikanan, dll
10) Badan
usaha yang melakukan penjualan emas batangan dalam negeri.
·
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1)
PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan
formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor
barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank
persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu
1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2)
PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah
masa pajak berakhir.
3)
PPh Pasal 22 atas pembelian barang
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh
pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor
Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang.
Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a.
lembar pertama untuk pembeli;
b.
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan
ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari
setelah masa pajak berakhir.
4)
PPh Pasal 22 atas pembelian barang
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh
pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor
Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak
berakhir.
5)
PPh Pasal 22 atas pembelian barang
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh
pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor
Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua
puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6)
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan
hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya
dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7)
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh
pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti
pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a.
lembar pertama untuk pembeli;
b.
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan
kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke
KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam
hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
3. PPh Pasal 23
Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Pajak
Penghasilan 23 (PPh 23) adalah: Pajak yang dikenakan pada penghasilan atas
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong
oleh PPh pasal 21.
Umumnya, penghasilan PPh 23 terjadi saat
adanya transaksi antara 2 pihak, pihak yang menerima penghasilan atau penjual
atau pemberi jasa yang dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau
pembeli atau penerima jasa akan memotong atau melaporkan PPh 23. Sebagai tanda
bahwa PPh 23 sudah dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti potong.
Pelaporan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara menyampaikan SPT
Masa PPh 23.
Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan
dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, sewa,
dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT. WP badan ditunjuk untuk
memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong
PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang
merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja)
juga merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima akan
dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.
Tarif
PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan.
·
Pemotong dan Penerima
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1)
Pemotong PPh Pasal 23:
§ badan
pemerintah;
§ Subjek
Pajak badan dalam negeri;
§ penyelenggaraan
kegiatan;
§ bentuk
usaha tetap (BUT);
§ perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya;
§ Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak.
2)
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
23:
§ WP
dalam negeri;
§ BUT
·
Tarif dan Objek PPh Pasal
23
1)
15% dari
jumlah bruto atas:
§ dividen
kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan
royalti;
§ hadiah
dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2)
2% dari jumlah bruto atas sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau
bangunan.
3)
2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4)
2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa
lainnya, yaitu:
§ Jasa
penilai (appraisal);
§ Jasa
aktuaris;
§ Jasa
akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
§ Jasa
hukum;
§ Jasa
arsitektur;
§ Jasa
perencanaan kota dan arsitektur landscape;
§ Jasa
perancang (design);
§ Jasa
pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas),
kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
§ Jasa
penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
(migas)
§ Jasa
penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
§ Jasa maklon;
Jasa
maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang
tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa
(disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau
bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan
oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna
jasa. (Pasal 2 ayat (4) PMK-141/PMK.03/2015)
§ Jasa
penyelidikan dan keamanan;
§ Jasa
penyelenggara kegiatan atau event organizer
§ Jasa
penyediaan tempat dan/atau
waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi, dan/atau jasa periklanan;
§ Jasa
pembasmian hama;
§ Jasa
kebersihan atau cleaning service;
§ Jasa
sedot septic tank;
§ Jasa
pemeliharaan kolam;
§ Jasa
katering atau tata boga;
§ Jasa freight
forwarding;
§ Jasa
logistik;
§ Jasa
pengurusan dokumen;
§ Jasa
pengepakan;
§ Jasa loading dan unloading;
§ Jasa
laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau
institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
§ Jasa
pengelolaan parkir;
§ Jasa
penyondiran tanah;
§ Jasa
penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
§ Jasa
pembibitan dan/atau penanaman bibit;
§ Jasa
pemeliharaan tanaman;
§ Jasa
pemanenan;
§ Jasa
pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau
perhutanan
§ Jasa
dekorasi;
§ Jasa
pencetakan/penerbitan;
§ Jasa
penerjemahan;
§ Jasa
pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang
Pajak Penghasilan;
§ Jasa
pelayanan kepelabuhanan;
§ Jasa
pengangkutan melalui jalur pipa;
§ Jasa
pengelolaan penitipan anak;
§ Jasa
pelatihan dan/atau kursus;
§ Jasa
pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
§ Jasa
sertifikasi;
§ Jasa survey;
§ Jasa tester,
dan
§ Jasa
selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
5)
Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih
tinggi dari tarif PPh Pasal 23
6)
Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah
seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau
telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,
tidak termasuk:
§ Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
ü Pembayaran
ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23
sepanjang dapat dibuktikan dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji,
upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan (Pasal 1 ayat (4) huruf a PMK-141/PMK.03/2015)
ü Dalam
hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal
23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk
PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
§ Pembayaran kepada penyedia jasa atas
pengadaan/pembelian barang atau material yang terkait dengan jasa yang
diberikan;
ü
Pembayaran ini tidak
termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang
dapat dibuktikan dengan faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau
material (Pasal 1 ayat (4) huruf b PMK-141/PMK.03/2015)
ü
Dalam hal tidak terdapat
bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar
keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1
ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
§ Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan
melalui penyedia jasa, terkait Jasa yang diberikan oleh penyedia jasa; dan/atau:
ü Pembayaran
ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23
sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis (Pasal 1 ayat (4) huruf c PMK-141/PMK.03/2015)
ü Dalam
hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal
23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk
PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
§ pembayaran
kepada penyedia Jasa yang merupakan penggantian (reimbursement) atas
biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka
pemberian jasa bersangkutan.
ü
Pembayaran ini tidak
termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang
dapat dibuktikan dengan faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga (Pasal 1 ayat (4) huruf d PMK-141/PMK.03/2015)
ü
Dalam hal tidak terdapat
bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar
keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1
ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
§ Atas
penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
§ Dalam
hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak
yang bersifat final;
·
Penghitungan PPh Pasal 23
terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:
1)
Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada
bank;
2)
Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan
dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3)
Dividen atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
a.
Dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan;
b.
Bagi perseroan terbatas, bumn/bumd,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
c.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh
anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif;
d.
Shu koperasi yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggotanya;
e.
Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada
badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman
dan/atau pembiayaan.
·
Saat Terutang, Penyetoran,
dan Pelaporan PPh Pasal 23
1.
PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo
pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2.
PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak
paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutang pajak.
3.
SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan
Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir
pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau
hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
·
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong
Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang
Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.
4. PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh
yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap
(BUT) di Indonesia.Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak
pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, hadiah
dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri. WP baik orang pribadi maupun
badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan Tax
Treaty.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak
yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri
selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial owner).
·
Pemotong PPh Pasal 26
1.
Badan Pemerintah;
2.
Subjek Pajak dalam negeri;
3.
Penyelenggara Kegiatan;
4.
BUT;
5.
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
selain BUT di Indonesia.
·
Tarif
dan Objek PPh Pasal 26
1)
20% (final) dari jumlah penghasilan bruto
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
a.
dividen;
b.
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c.
royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
d.
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan;
e.
hadiah dan penghargaan
f.
pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g.
Premi swap dan transaksi lindung lainnya;
dan/atau
h.
Keuntungan karena pembebasan utang.
2)
20% (final) dari perkiraan penghasilan neto
berupa :
a.
penghasilan dari penjualan harta di
Indonesia;
b.
premi asuransi, premi reasuransi yang
dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar
negeri.
3)
20% (final) dari perkiraan penghasilan neto
atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau
spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang
memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
4)
20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5)
Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
·
Saat
Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1)
PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung
yang mana terjadi lebih dahulu.
2)
Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti
pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
a.
lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
b.
lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3)
PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank
Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling
lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4)
SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP
lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan
ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei
2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor
Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir
pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau
hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
·
Pengecualian
1)
BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26
apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT
ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
a.
Penanaman kembali dilakukan atas seluruh
penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada
perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau
peserta pendiri, dan;
b.
dilakukan dalam tahun berjalan atau
selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau
diperoleh penghasilan tersebut;
c.
tidak melakukan pengalihan atas penanaman
kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan
tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2)
Badan-badan Internasional yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
5. PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dilakukan
oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek
tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya. Yang dimaksud final disini bahwa
pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar
sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai
dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan. ;WP
badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), sedangkan WP orang pribadi
tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2). Demikian sebaliknya, apabila
WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4
ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat
(2) oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima
penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi
penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut
wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut, misalnya dalam transaksi
sewa atau penjualan property tanah dan/atau bangunan.
Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:
1.
penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2.
penghasilan berupa hadiah undian;
3.
penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4.
penghasilan dari transaksi pengalihan harta
berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan
persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5.
penghasilan tertentu lainnya, yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
·
Pemotong PPh Pasal 4 ayat
(2)
1)
Koperasi;
2)
Penyelenggara kegiatan;
3)
Otoritas bursa; dan
4)
Bendaharawan;
·
Penerima Penghasilan Yang
Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)
1)
Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya,
bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2)
Penerima hadiah undian;
3)
Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan
4)
Pemilik properti berupa tanah dan/atau
bangunan;
·
Lain-Lain
1)
Pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) adalah bersifat final;
2)
Karena bersifat final, maka
pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;
3)
Omset terkait transaksi
yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha, namun dimasukkan
dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final.
6. PPh Pasal 15
Pemotongan PPh Pasal 15 adalah pemotongan
Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib
Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus. Wajib Pajak tertentu
tersebut adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perusahaan
asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi,
perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk
bangun guna serah. Wajib Pajak badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15,
sedangkan Wajib Pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15.
Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan
objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga
merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas penghasilan yang diterima akan
dipotong PPh Pasal 15 oleh pemotong. Namun, apabila Wajib Pajak menerima
penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan
adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor
sendiri PPh Pasal 15 tersebut.
Ini
terkait dengan Norma Perhitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari
Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16
ayat (1) atau ayat (3) UU PPh dan ditetapkan Menteri keuangan.
Ketentuan ini mengatur tentang Norma Perhitungan Khusus
untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau
penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan
pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang
melakukan investasi dalam bentuk bangunan-guna-serah ("build,
operate, and transfer")
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan
pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang
usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma
Perhitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak
tertentu tersebut.
Tabel Tarif PPh Pasal 15
No
|
Uraian
|
Tarif
x DPP
|
Penyetoran
& Pelaporan
|
Dasar Hukum
|
1
|
Charter Penerbangan Dalam
Negeri
|
1,8%x
Peredaran Bruto yang diterima berdasarkan perjanjian charter.
TIDAK
FINAL
|
Disetor oleh pemotong
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Setor dengan menggunakan
SSP, dengan:
KAP: 411129,
KJS: 101
Dilaporkan dalam SPT Masa
PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
|
|
2
|
Perusahaan Pelayaran
Dalam Negeri
|
1,2% x
Peredaran bruto
FINAL
|
Disetor oleh pemotong: disetor
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Disetor sendiri:disetor
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Setor dengan menggunakan
SSP, dengan:
KAP: 411128
KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa
PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
|
|
3
|
Perusahaan pelayaran dan
penerbangan Luar Negeri
|
2,64% x
Peredaran Bruto
FINAL
|
Disetor oleh
pemotong:disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Disetor sendiri:disetor
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Setor dengan menggunakan
SSP, dengan:
KAP: 411128,
KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa
PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
|
|
4
|
WPLN yang mempunyai
kantor perwakilan dagang di Indonesia
|
Untuk negara yang tidak
ada P3B dengan Indonesia:
0,44% x
nilai ekspor bruto
Penghasilan neto= 1% x
nilai ekspor bruto
Untuk negara yang
mempunyai P3B dengan Indonesia:
disesuaikan dengan tarif
P3B, untuk contoh penghitungan lihat di SE 2/PJ.03/2008.
FINAL
|
Disetor sendiri paling
lambattanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterima
penghasilan.
Disetor dengan
menggunakan SSP dengan:
KAP: 411128
KJS: 413
Dilaporkan paling lambat
tanggal 20bulan berikutnya dengan menggunakan Formulir dalam Lampiran
I KEP 667/PJ./2001 dan dilampiri SSP lembar ke-3.
|
|
5
|
WP yang melakukan
kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing) Internasional di bidang
produksi mainan anak-anak.
|
7% x
tarif tertinggi Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh x
total biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian
bahan baku (direct materials).
Didalam SE 02/PJ.31/2003
disebutkan:
7% x 30% x
total biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian
bahan baku (direct materials).
FINAL
berlaku
sejak 1 Januari 2003
|
Disetor dengan
menggunakan SSP PPh Final paling lambat tgl 15 bulan berikutnya.
KAP: 411128
KJS: 499 (krn
tdk ada disebutkan secara spesifik ttg jasa maklon ini)
Dilaporkan paling lambat
tgl 20 bulan berikutnya. Tetapi tidak ada formulir khusus utk pelaporannya.
|
|
Sumber : -
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tatacara Perpajakan Sebagaimana telah Beberapakali Diubah, Terakhir
Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
-
Republik
Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Sebagaimana Telah Beberapakali Diubah, Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36tahun 2008
-
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 31/Pj/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal
26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
-
Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/Pmk.03/2017
-
Wikipedia,
The Free Encyclopedia, The Witholding Tax System.
-
Buku
Oasis Pemotongan Dan Pemungutan Pph.
-
Faisal, Gatot S.M. How To Be A
Smarter Taxpayer. Jakarta : Grasindo.
-
Https://Www.Finansialku.Com/Jenis-Jenis-Pasal-Pph-Dan-Kegunaannya/
(Diakses Jam 21.00, Jumat 21/09/2018)
-
Http://Pajak.Go.Id/Content/Kenali-Para-Pemotong-Dan-Pemungut-Pajak-Di-Indonesia (Diakses Jam 21.30, Jumat 21/09/2018)
-
Https://Sleekr.Co/Blog/Perhitungan-Pph-21-Berdasarkan-Ptkp-2016/
(Diakses Tanggal 22 September 2018)
Yap... sekian dari materi part1 nyaa, jangan lupa comment yap dengan sopan..
Belajar pajak asyik kok asal kita benar-benar niat dari hati ehee, Tetap semangat dan berjuang karena Hidup itu Berjuang ^^
Terimakasih kunjungannya dan semoga bermanfaat ^^
Komentar
Posting Komentar