STUDY _ Gambaran Umum Pemotongan dan Pemungutan PPh serta Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap

WELCOME...
Kembali lagi dengan blog ini, tentang study _perpajakan yak lanjutannya dari kemarin. Mengawali bulan terakhir, Desember yayy , penutup tahun 2018 ini.
Well, jangan sampai ketinggalan dengan materi materi selanjutnya. Dan, materi gambaran umum PPh dan juga PPh pasal 21 terbagi jadi 2 part yaap karena banyak sekali yang harus diperdalam :D. Fighting!!!
selamat membaca dan memahamai ea ^^

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang terutang atas penghasilan, antara lain penghasilan dari gaji, penghasilan dari laba usaha, penghasilan berupa hadiah, dan penghasilan berupa bunga. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterimanya dalam 1 (satu) tahun pajak.
PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak harus dilunasi pembayarannya oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur cara pelunasan PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu dengan cara membayar sendiri dan melalui pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak lain. Apapun cara pelunasannya, baik membayar sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, Wajib Pajak diharapkan dapat memahami dengan tepat cara menghitung PPh yang terutang, bagaimana pembayarannya, dan mekanisme pelaporan PPh yang telah dibayar tersebut.
PPh yang dipotong dan/atau dipungut melalui pihak lain lebih dikenal dengan istilah PPh Potput. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang PPh, PPh Potput terdiri atas PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh PasaL 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Objek PPh Potput terdiri atas berbagai macam penghasilan, antara lain penghasilan dari pekerjaan, pemberian jasa, sewa bangunan, dan dividen.
Pemotongan dan pemungutan pajak adalah suatu mekanisme pelunasan pajak yang terutang melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain. Pemotongan atau pemungutan pajak dipandang sangat efektif dalam keberhasilan pemungutan pajak, mengingat pajak akan dipotong atau dipungut oleh pihak lain pada saat timbulnya objek pajak, dalam prinsip Pay as Your Earn. Kelebihan dan kekurangan mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pemerintah sebagai otoritas perpajakan dan sisi wajib pajak, yang keduanya bertentangan satu sama lain. Kelebihan Sistem ini adalah ketepatan waktu pemungutan, kemudahan dan kesederhanaan, dan Biaya Pemungutan pajak yang lebih murah, namun kelemahannya adalah mempengaruhi cashflow Wajib Pajak, menambah beban administrasi wajib pajak, menambah beban biaya wajib pajakdan timbulnya risiko hukum atas kepatuhan wajib pajak. Pemotongan dan pemungutan pajak Penghasilan dapat dikalsifikasikan dalam dua kelompok yaitu Domestic witholding tax dan International witholding tax. Hal yang membedakan dari kedua kelompok tersebut terutama pada penetapan tarif pajak.
Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan adalah suatu mekanisme yang memberikan penugasan dan tanggungjawab kepada pihak ketiga untuk melakukan pemotongan atau pemungutan atas pajak penghasilan yang terutang pada suatu transaksi yang dikenakan pajak. Keunggulan dalam mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak adalah waktu yang tepat dalam pemungutan pajak. Dalam mekanisme witholding tax, pajak dipotong atau dipungut ketika penghasilan diterima oleh subjek pajak. Prinsip "pay as you earn" pajak dikenakan ketika penghasilan tersebut diterima atau diperoleh.
Kontribusi penerimaan pajak dari mekanisme pemotongan dan pemungutan terhadap penerimaan pajak penghasilan cukup signifikan, mencapai kisaran 50% dari penerimaan PPh Secara keseluruhan. Penerimaan tersebut dikontribusikan dari penerimaan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh, Pasal 23 PPh Pasal 26 dan Penerimaan PPh Final.
Pelaksanaannya mekanisme witholding tax system, melibatkan pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pemotong dan pemungut pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk diberikan kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak yang terutang disebut sebagai pemotong pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk dan diberi kewajiban untuk melakukan pemungutan pajak disebut sebagai pemungut pajak. Pemotong dan pemungut pajak termasuk sebagai wajib pajak sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, bahwa:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemotong dan pemungut pajak bukanlah subjek pajak, namun diberi tanggungjawab untuk memotong, memungut dan menyetorkan serta melaporkan pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukannya. Yang menjadi Subjek Pajak adalah penerima penghasilan, dan objek pajaknya adalah penghasilan yang diterima dan atau diperoleh. Tanggung jawab pelaksanaan mekanisme witholding tax system, diberikan oleh undang-undang kepada pemotong dan pemungut pajak sehingga terdapat sanksi-sanksi perpajakan tidak terdapat ketidakpatuhan atau penyalahgunaan dalam menjalankan kewajiban sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Dalam sistem perpajakan self assessment, pemotong dan pemungut pajak pajak diberikepercayaan untuk menghitung, menmotong dan memungut, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Mengingat fungsi yang strategis dari PPh Pemotongan dan pemungutan ini maka diperlukan penguasaan yang cukup oleh para aparat perpajakan agar bisa melaksanakan tugas dalam melakukan pelayanan, pembinaan dan pengawasan kepada wajib pajak terkait dengan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan. Modul ini disusun sebagai bahan ajar dan materi dalam mata diklat PPh Pemotongan dan Pemungutan pada Diklat Teknis Substantif Dasar I (DTSD I), yang bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta diklat mengenai PPh Pemotongan dan Pemungutan, dari sisi landasan hukum, tatacara perhitungan, tatacara pemotongan atau pemungutan, tatacara pelaporan dan hal-hal lain yang terkait dengan ketentuan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan.


1.      Prinsip Dasar Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan.

Pemotongan pajak dapat diartikan sebagai kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukannya. Pemotongan dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran terhadap penerima penghasilan. Pihak pembayar bertanggungjawab atas pemotongan dan penyetoran serta pelaporannya. Pemungutan pajak berbeda dengan pemotongan. Pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi. Pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah pembayaran atas perolehan barang. Namun demikian ada juga pemungutan yang dilakukan oleh pihak pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan. Misalnya pemungutan oleh bendaharawan pemerintah atas pengadaan barang. Secara mekanisme pemungutannya, lebih menyerupai pemotongan pajak, karena dilakukan oleh pihak pembayar. Dengan demikian pemungutan pajak dilakukan dengan dua cara yaitu:
·         Dengan cara pemotongan atas pembayaran yang dilakukan oleh pembeli barang, misalnya pemungutan PPh Pasal 22 bendaharawan dan BUMN/BUMD, PPh Pasal 22 atas pedagang pengumpul, dan
·         Pemungutan oleh pihak yang menjual barang atau yang memiliki otoritas mengeluarkan barang, misalnya PPh Pasal 22 atas penebusan DO Migas, penjualan semen, kertas, otomotif barang sangat mewah dan PPh Pasal 22 impor oleh Ditjen Bea dan Cukai.


2.      Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak.


Kelebihan dan kekurangan mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pemerintah sebagai otoritas perpajakan dan sisi wajib pajak. Keduanya tentunya sangat bertentangan satu sama lain karena perbedaan kepentingan. Dapat terjadi kelebihan di suatu sisi, menjadi kekurangan di sisi yang lain. Kelebihan dan kekurangan Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak dibandingkan dengan sistem pemungutan yang lain adalah:
a.       Kelebihan:
1)      Ketepatan waktu penyetoran.
2)      Kemudahan
3)      Kesederhanaan
4)      Biaya Pemungutan pajak yang lebih murah.
b.      Kelemahan:
1)      mempengaruhi cashflow Wajib Pajak
2)      menambah beban adminisitrasi wajib pajak
3)      menambah beban biaya wajib pajak
4)      Resiko hukum atas kepatuhan wajib pajak
Pemotongan dan pemungutan pajak dilakukan pada suatu saat dimana pajak dinyatakan terutang. Saat yang tepat untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak adalah pada saat pendapatan tersebut diterima atau diperoleh. Secara umum Pajak Penghasilan terutang pada suatu tahun pajak, sehingga jumlah penghasilan yang terakumulasi pada suatu tahun pajak merupakan dasar untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang. Dengan ditetapkannya pajak terutang pada suatu saat yaitu pada saat dianggap berpotensi timbulnya penghasilan, maka sistem witholding ini akan memaksa wajib pajak melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu perhitungan hingga akhir tahun pajak.
Dari sisi pemerintah, hal ini akan membantu menjaga cashflow keuangan pemerintah, tanpa harus menunggu pada akhir tahun pajak. Mengingat kebutuhan pembiayaan pemerintah juga berlangsung selama tahun berjalan. Mekanisme witholding system ini sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam tahun berjalan.
Dari sisi subjek pajak, witholding system memaksa subjek pajak untuk melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu perhitungan pada akhir tahun pajak. Pajak-pajak yang telah dipotong atau dipungut dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan pada akhir tahun pajak, kecuali jika pemotongan dan pemungutannya bersifat final. Cashflow wajib pajak akan terpakai sebelum jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak diketahui. Bahkan akibat pemotongan dan pemungutan pajak dapat terjadi lebih bayar apabila jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil dari jumlah yang dibayar dan dipotong atau dipungut pihak lain.
Wajib pajak pemotong dan pemungut, relatif tidak terlalu terganggu secara cashflow, bahkan ada kemungkinan wajib pajak pemotong dan pemungut diuntungkan secara cashflow, karena perbedaan waktu antara saat terutang pajak, saat dilakukan pemotongan atau pemungutan dan saat penyetoran pajak terutang adalah berbeda. Selisih jangka waktu ini tidak membebani karena biasanya pajak terutang dipotong atau dipungut terlebih dahulu, baru kemudian pada saat yang ditentukan disetorkan ke kas negara.
Witholding tax system akan membawa kemudahan bagi administrasi perpajakan pihak otoritas perpajakan. Dengan adanya Witholding tax system maka tugas administrasi pengawasan yang seharusnya dilakukan kepada para subjek pajak penerima penghasilan, maka cukup dilakukan pengawasan kepada wajib pajak yang ditunjuk sebagai witholder atau pemotong/pemungut pajak. Misalnya dalam hal pemotongan PPh Pasal 21 akan lebih mudah melakukan administrasi pengawasan kepada pemberi kerja dibandingkan dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para karyawan penerima penghasilan. Contoh lain dalam hal pembagian dividen, mengawasi Wajib Pajak yang melakukan pemotongan pajak atas dividen akan lebih sederhana dan mudah dibandingkan dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para penerima dividen, yang mungkin berjumlah sangat banyak.
Namun demikian kemudahan dan kesederhanaan bagi otoritas perpajakan akan menjadi beban tambahan bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Beban bagi wajib pajak bukan hanya beban administrasi, melainkan juga beban biaya dan risiko hukum yang mungkin timbul akibat kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak. Beban administrasi timbul karena wajib pajak pemotong dan pemungut pajak berkewajiban melakukan pembukuan atas pemotongan dan pemungutan, membuat bukti potong, melakukan perhitungan pajak terutang, melakukan pemotongan dan melakukan penyetoran, serta membuat Surat Pemberitahuan (SPT) dan melaporkan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Bagi Subjek pajak yang dipotong pajak, witholding system memudahkan secara administrasi. Beban administrasi sebagian telah diambil alih oleh Wajib Pajak Pemotong atau Pemungut Pajak. Subjek pajak memperhitungkan pajak yang telah dipotong dan dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak dalam SPT Tahunan.
Risiko hukum bagi wajib pajak pemotong atau pemungut pajak dapat timbul jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaan kewajiban pemotongan atau pemungutan, baik karena kealphaan atau ketidaksengajaan maupun kesengajaan atau karena sebab lainnya. Sanksi perpajakan dapat berupa sanksi administrasi atau sanksi pidana perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

3.      Objek Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan.


Withloding income tax sytem yang berlaku di Indonesia tergolong sangat luas pengenaannya. Pada umumnya witholding tax terbatas pada pembayaran gaji dan upah (payroll tax) dan passive income meliputi bunga, dividen dan royalty. Namun demikian Undang-undang perpajakan memberikan wewenang yang luas tidak terbatas hanya pada penghasilan dalam hubungan kerja dan passive income saja, melainkan meliputi semua sektor usaha seperti jasa, perdagangan dan industri manufaktur. Pemotongan dan pemungutan pajak Penghasilan dapat dikalsifikasikan dalam dua kelompok yaitu Domestic witholding tax dan International witholding tax.
Termasuk dalam kelompok domestic witholding tax adalah:
·         Pemotongan PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi (PPh Pasal 21)
·         Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 22)
·         Pemotongan Pph Atas Dividen, Bunga Dan Royalty, Sewa Dan Imbal Jasa Kepada Wajib Pajak Dalam Negeri.
Sedangkan yang termasuk kedalam kelompok International witholding tax adalah:
·         Pemotongan PPh atas Wajib Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 26).
Hal yang paling membedakan dari kedua kelompok di atas adalah tarif pajak. Jika pada kelompok domestic witholding tax, terdapat bermacam-macam tarif. Besaran Tarif PPh Pemotongan dan pemungutan pada awalnya disesuaikan dengan besarnya perkiraan penghasilan nettonya. Namun dalam perkembangannya tarif terutama pada PPh Pasal 23 dibuat sama. Sedangkan pada International witholding tax, tarif pajak ditentukan sepadan 20% dari nilai bruto, kecuali pada transaksi-transaksi tertentu yang dihitung dari perkiraan penghasilan neto.

4.      Kesimpulan Sub Bab.


Sistem Pemotongan dan Pemungutan PPh (witholding tax system) di Indonesia, diterapkan sangat luas tanpa batasan-batasan yang jelas yang dapat diterapkan hampir di semua jenis penghasilan dan usaha. Keunggulan dari sistem ini terletak pada efisiensi dari segi administrasi dan biaya pemungutan, walaupun menimbulkan beban bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Witholding tax system dapat diterapkan baik bagi tansaksi yang berpotensi menimbulkan penghasilan yang bersifat domestik dan transaksi-transaksi yang berpotensi menimbulkan penghasilan yang bersifat internasional.

B.     Definisi dan Perbedaan Pemotongan dan Pemungutan PPh

1.      Definisi Pemotongan dan Pemungutan PPh


·    Definisi Pemotongan PPh
Sesuai Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP), maka selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam mekanisme ini, pihak ketiga ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut pajak dan menyetorkannya ke kas Negara.
Pemotongan pajak adalah kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukannya. Pemotongan dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran terhadap penerima penghasilan. Pihak pembayar bertanggungjawab atas pemotongan dan penyetoran serta pelaporannya.Dalam  sistem administrasi perpajakan di Indonesia dikenal sistem pemotongan dan pemungutan  Pajak Penghasilan atau biasa disebut witholding tax. Dalam sistem ini, Undang-undang menunjuk satu pihak yang biasanya merupakan sumber penghasilan untuk memotong atau memungut Pajak Penghasilan kepada fihak lain yang menerima penghasilan. Sistem ini diterapkan agar Wajib Pajak langsung membayar Pajak Penghasilan begitu menerima penghasilan tersebut. Prinsip “pay as you earn” ini dipakai terutama untuk memastikan agar Wajib Pajak melunasi Pajak Penghasilan atas penghasilan yang dterima atau diperolehnya.
Dengan adanya sistem pemotongan dan pemungutan pajak ini, Wajib Pajak melunasi pajak dengan dua cara: melalui pembayaran sendiri dan melalui pemotongan dan/atau pemungutan pihak lain. Pelunasan pajak dengan cara pembayaran sendiri biasanya berupa PPh Pasal 25 yang dilakukan tiap bulan dan PPh Pasal 29 berupa setoran akhir tahun. Beberapa Wajib Pajak tertentu melunasi pembayara pajaknya dengan PPh Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15 dan PPh Pasal 19. Bukti pelunasan pajak dengan cara ini adalah Surat Setoran Pajak (SSP).
Jenis-jenis pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15. Pemotongan/pemungutan atas jenis-jenis pajak inilah dinamakan withholding tax system. Selain jenis-jenis pajak tersebut, sistem perpajakan di Indonesia mengenal pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Meski tidak termasuk dalam skenario withholding tax system, namun pemungutan PPN dan PPnBM harus diperhatikan kewajibannya karena terkait dengan kewajiban perpajakan pihak ketiga.
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan  kepada WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. WP berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat WP orang pribadi terdaftar.
·         Definisi Pemungutan PPh
Pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi. Pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah pembayaran atas perolehan barang. Namun demikian ada juga pemungutan yang dilakukan oleh pihak pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan.
Jumlah pajak yang dipotong atau dipungut ini nantinya akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak di SPT Tahunan Wajib Pajak. Pemungutan secara umum berarti pihak yang dipungut membayar pajak diluar dasar pemungutan pajak, contoh : PPN dan PPh Pasal 22 (kecuali bendaharawan).

2.      Perbedaan Pemotongan dan Pemungutan Pajak


No
Hal  Pembanding
Pemotongan
Pemungutan
1.
Dari sisi Jenis pajak
Digunakan untuk PPh 21 (Pemotongan atas penghasilan berupa gaji, honorarium), PPh 23 (Pemotongan atas penghasilan berupa hasil imbalan jasa, royalti, dividen,dll) , dan juga PPh 26 (Pemotongan atas penghasilan bagi WP Luar Negeri)
Digunakan untuk PPh 22 (pemungutan atas penjualan ke bendaharawan APBN/D, impor, dll) dan untuk PPN
2.
Dari sisi objek
Pemotongan pajak pada umumnya dikenakan atas penghasilan yang memang akan menjadi penghasilan bagi si penerima,cth : gaji, imbalan jasa, dan dividen
Pemungutan pada umumnya dikenakan atas sesuatu yang belum tentu penghasilan bagi penerima uang, karena objek pemungutan bisa jadi berupa Penjualan, bisa juga berupa Pembelian, cth : PPh 22 atas impor barang, PPh 22 atas pembelian BBM

3.
Dari sisi subjek (executor)
Pemotong pajak pada umumnya tidak spesifik, yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah atas gaji, dan penyelenggara kegiatan.
Pemungut pajak sifatnya lebih spesifik, karena ditunjuk oleh Menkeu, yaitu Bendaharawan pemerintah, Badan tertentu, DJBC, dll (PER 57/2010)
4.
Dari sisi pengisian SSP (Surat Setoran Pajak)
Kolom NPWP pada saat pengisian SSP diisi dengan NPWP Pemotong Pajak. Hal ini penting agar dapat dilakukan ekualisasi antara biaya yang telah dikeluarkan oleh pemotong dengan pajak yang telah dipotong karena kewajiban pemotongan dan penyetoran telah dilimpahkan pada pemotong pajak
Kolom NPWP pada saat pengisian SSP diisi dengan NPWP Pihak yang dipungut

3.      Ilustrasi Pemotongan.


PT Adem adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang leveransir, percetakan, jual beli manusia, pokoknya semua dijual demi mencari keuntungan. PT Adem memiliki 5 orang pegawai tetap. Pada 3 Februari 2011 PT Adem membayar gaji pegawai masing masing sebesar Rp 2.000.000. Ketika 15 Februari PT Adem membayar sebesar Rp 1.500.000 kepada CV Ayem sebagai imbalan atas jasa konsultasi keuangan yang diberikan oleh CV Ayem. Ketika 26 februari, PT Adem membayarkan dividen sebesar 3.000.000 kepada Pak Aul selaku pemegang sahamnya. Pemotongan pajaknya :
a)      Untuk Gaji :  Pph 21 sebesar 5% x 2.000.000 = 100.000
Jumlah uang yang diterima oleh masing-masing pegawai = 2.000.000 – 100.000 = 1.900.000
Pajak sebesar 100.000 ini akan diperhitungkan pada akhir tahun oleh pegawai tersebut sebagai kredit pajak dengan melampirkan bukti potong yang diterbitkan oleh PT Adem.
b)     Untuk Imbalan jasa : PPh 23 sebesar 2% x 1.500.000 = 30.000
Jumlah uang yang diterima CV Ayem = 1.500.000 – 30.000 = 1.470.000
Pajak sebesar 30.000 akan diperhitungkan CV Ayem pada akhir tahun sebagai kredit pajak dengan melampirkan bukti potong yang diterbitkan PT Adem.
c)      Untuk dividen : dikenakan PPh final = 10% x 3.000.000 = 300.000
Jumlah uang yang diterima oleh Pak Aul = 3.000.000 -300.000 = 2.700.000
Pajak sebesar 300.000 ini tidak dapat diperhitungkan oleh Pak Aul sebagai kredit pajak karena bersifat final (Pasal 17 UU PPh). Kepada Pak Aul diberikan bukti potong.
Bagi PT Adem, ia wajib wajib menyetor pajak yang telah dipotong sebesar (5 x 100.000) + 30.000 + 300.000 = 830.000 dengan SSP a.n PT Adem, selambat-lambatnya tanggal 10 Maret 2011 dan melaporkannya dalam SPT Masa PPh 21 dan 23 selambat-lambatnya 20 Maret 2011.










Gambar 1. Ilustrasi Pemotongan

4.      Ilustrasi Pemungutan.


Pada tanggal 5  Maret 2011, PT Adem melakukan penyerahan atas penjualan ATK ke Bendaharawan Pemda Sumut sebesar Rp 50.000.000.  Pembayaran dilakukan bendahara pada tanggal 15 Maret 2011. Selain itu, PT Adem melakukan pembelian kertas langsung ke Industri Kertas PT KePaper n Pulp sebesar 100.000.000 pada tanggal 10 Maret 2011. Pemungutan pajaknya:
a)      Atas penjualan ke bendahara : Bendahara wajib memungut PPh 22 (Pembelian di atas 2.000.000, sesuai SE-92/2010)  atas penyerahan ATK oleh PT Adem sebesar : 1.5 % x 50.000.000 = 750.000. Uang yang diterima oleh PT Adem adalah 50.000.000 – 750.000 = 49.250.000. Bendahara wajib menyetorkan pajak sebesar 750.000 pada saat pemungutan yaitu tanggal 15 Maret 2011 dengan SSP a.n PT Adem selaku pihak yang dipungut dan melaporkannya pada tanggal 20 April 2011. Atas pemungutan ini PT Adem dapat melakukan perhitungan kembali atas pemungutan pajak yang dilakukan Bendahara Pemda Sumut.
b)     Atas pembelian kertas : PT KePaper n Pulp selaku pemungut PPh 22 melakukan pemungutan PPh 22 sebesar 0.1 % x 100.000.000 = 100.000 pada saat penjualan kertas ke PT Adem (10 Maret 2011). Uang yang dibayarkan PT Adem sebesar 100.000.000 + 100.000 = 100.100.000. Atas pemungutan ini PT Adem dapat melakukan perhitungan kembali atas pajak yang telah dipungut di akhir tahun.
           

Gambar 2. Ilustrasi Pemungutan

C.    Jenis-jenis Pemotongan dan Pemungutan PPh

Jenis-jenis pemotongan-pemungutan pajak terdiri dari PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 26, PPh Final pasal 4 (2), dan PPh pasal 15. Jenis pemotongan pajak ini merujuk pada pasal yang mengatur hal tesebut dalam UU Pajak Penghasilan. Pemotongan-pemungutan atas jenis-jenis pajak tersebut dinamakan withholding tax system, yaitu:

1.      PPh Pasal 21


Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 32/PJ/2015 adalah: Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Dengan artian bahwa PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas segala penghasilan. Pengenaan PPh pasal 21 dilakukan dengan cara pemotongan pajak penghasilan melalui pemotongan pajak PPh pasal 21.
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. WP berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat WP orang pribadi terdaftar.
·         Pemotong PPh Pasal 21
1)      Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
2)      Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
3)      Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan lainnya;
4)      Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang;
5)      Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan;
·         Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
1)      Pegawai;
2)      Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3)      Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:

§  tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
§  pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
§  olahragawan;
§  penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
§  pengarang, peneliti, dan penerjemah;
§  pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
§  agen iklan;
§  pengawas atau pengelola proyek;
§  pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
§  petugas penjaja barang dagangan;
§  petugas dinas luar asuransi;
§  distributor multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenisnya.
4)      Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:

§  peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
§  peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
§  peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
§  peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
§  peserta kegiatan lainnya.
·         Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1)      Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:
§  bukan Warga Negara Indonesia; dan
§  di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
2)      Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
·         Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
1)      Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2)      Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3)      Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
4)      Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5)      Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6)      Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

·         Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1)      Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
2)      Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
3)      Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
4)      Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5)      Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri.

·         Lain-Lain
1)      Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2)      Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak saat mulai bekerja atau mulai pensiun;
3)      Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya;
4)      Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak.

2.      PPh Pasal 22

Pajak penghasilan pasal 22 menurut Undang-undang pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008 adalah: Bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Pajak Penghasilan ini dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor, dan re-impor.
Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan PPh Pasal 22 meliputi pemungutan atas: (1) pembelian barang oleh instansi Pemerintah; (2) ;kegiatan impor barang; (3) produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif; (4) pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul; (5) Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah. WP dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sekaligus sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.
·         Tarif PPh Pasal 22:
1)      Atas Impor: Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) adalah 2,5% x nilai impor, jika tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API) maka tarifnya adalah sebesar 7,5% x nilai impor. Pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD tarifnya adalah 1,5 x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final).
2)      Atas penjualan hasil produksi:
§  Kertas = 0,1% x DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPN (tidak final)
§  Semen = 0,25% x DPP PPN (tidak final)
§  Baja = 0,3% x DPP PPN (tidak final)
§  Otomotif = 0,45% x DPP PPN (tidak final)
Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah bersifat final bagi penyalur atau agen dan tidak bersifat final bagi yang lainnya.
3)      Atas Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri tarifnya adalah 0,25% x harga pembelian (Tidak termasuk PPN).
4)      Atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) adalah 0,5% x nilai impor.
PPh Pasal 22 merupakan cicilan PPh pada tahun berjalan, dalam artian pada akhir tahun cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan maupun PPh orang pribadi. Dengan begitu disimpulkan bahwa PPh Pasal 22 dikenakan kepada perdagangan barang yang dianggap menguntungkan karena itu PPh Pasal 22 dapat dikembalikan baik saat penjualan dan pembelian.
                        Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.      Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.      Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.      Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
·         Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
1)      Bank Devisa dan DJBC atas:
§  Impor barang
§  Ekspor Komoditas tambang batubara, mineral logam, dll.
2)      Bendahara Pemerintah dan KPA
3)      Bendahara Pengeluaran dengan mekanisme (UP)
4)      KPA
5)      Badan usaha, meliputi:
§  BUMN
§  BUMN hasil restrukturisasi
§  Badan usaha tertentu yang dimiliki oleh BUMN
6)      Badan usaha yang bergerak dalam industri semen, kertas, baja, otomitif, dll
7)      Agen Tunggal Pemegang Merek, Agen Pemegang Merek dan importir umum
8)      Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dll
9)      Badan usaha yang membeli hasil kehutanan , perkebunan, pertanian, perikanan, dll
10)  Badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan dalam negeri.

·         Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1)      PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2)      PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3)      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a.       lembar pertama untuk pembeli;
b.      lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.       lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4)      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5)      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6)      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7)      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:

a.       lembar pertama untuk pembeli;
b.      lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c.       lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.        Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

3.      PPh Pasal 23


Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan 23 (PPh 23) adalah: Pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong oleh PPh pasal 21.
Umumnya, penghasilan PPh 23 terjadi saat adanya transaksi antara 2 pihak, pihak yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa yang dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong atau melaporkan PPh 23. Sebagai tanda bahwa PPh 23 sudah dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti potong. Pelaporan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara menyampaikan SPT Masa PPh 23.
Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT. WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan.
·         Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1)      Pemotong PPh Pasal 23:
§  badan pemerintah;
§  Subjek Pajak badan dalam negeri;
§  penyelenggaraan kegiatan;
§  bentuk usaha tetap (BUT);
§  perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
§  Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2)      Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
§  WP dalam negeri;
§  BUT
·         Tarif dan Objek PPh Pasal 23
1)      15% dari jumlah bruto atas:
§  dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;
§  hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2)      2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3)      2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4)      2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
§  Jasa penilai (appraisal);
§  Jasa aktuaris;
§  Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
§  Jasa hukum;
§  Jasa arsitektur;
§  Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
§  Jasa perancang (design);
§  Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
§  Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas)
§  Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
§  Jasa maklon;
Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. (Pasal 2 ayat (4) PMK-141/PMK.03/2015)
§  Jasa penyelidikan dan keamanan;
§  Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
§  Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
§  Jasa pembasmian hama;
§  Jasa kebersihan atau cleaning service;
§  Jasa sedot septic tank;
§  Jasa pemeliharaan kolam;
§  Jasa katering atau tata boga;
§  Jasa freight forwarding;
§  Jasa logistik;
§  Jasa pengurusan dokumen;
§  Jasa pengepakan;
§  Jasa loading dan unloading;
§  Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
§  Jasa pengelolaan parkir;
§  Jasa penyondiran tanah;
§  Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
§  Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
§  Jasa pemeliharaan tanaman;
§  Jasa pemanenan;
§  Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau perhutanan
§  Jasa dekorasi;
§  Jasa pencetakan/penerbitan;
§  Jasa penerjemahan;
§  Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
§  Jasa pelayanan kepelabuhanan;
§  Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
§  Jasa pengelolaan penitipan anak;
§  Jasa pelatihan dan/atau kursus;
§  Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
§  Jasa sertifikasi;
§  Jasa survey;
§  Jasa tester, dan
§  Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
5)      Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
6)      Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

§  Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
ü  Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan (Pasal 1 ayat (4) huruf a PMK-141/PMK.03/2015)
ü  Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
§  Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan;
ü  Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material (Pasal 1 ayat (4) huruf b PMK-141/PMK.03/2015)
ü  Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
§  Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkait Jasa yang diberikan oleh penyedia jasa; dan/atau:

ü  Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis (Pasal 1 ayat (4) huruf c PMK-141/PMK.03/2015)
ü  Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
§  pembayaran kepada penyedia Jasa yang merupakan penggantian (reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangkutan.
ü  Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga (Pasal 1 ayat (4) huruf d PMK-141/PMK.03/2015)

ü  Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
§  Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
§  Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final;
·         Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:
1)      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2)      Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3)      Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a.       Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b.      Bagi perseroan terbatas, bumn/bumd, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
c.       Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
d.      Shu koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
e.       Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
·         Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23
1.      PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2.      PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3.      SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
·         Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.

4.      PPh Pasal 26

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri. WP baik orang pribadi maupun badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
·         Pemotong PPh Pasal 26
1.      Badan Pemerintah;
2.      Subjek Pajak dalam negeri;
3.      Penyelenggara Kegiatan;
4.      BUT;
5.      Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
·         Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1)      20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
a.       dividen;
b.      bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c.       royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d.      imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e.       hadiah dan penghargaan
f.       pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g.      Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h.      Keuntungan karena pembebasan utang.
2)      20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a.       penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b.      premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3)      20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
4)      20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5)      Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
·         Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1)      PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2)      Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
a.       lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
b.      lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c.       lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3)      PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4)      SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
·         Pengecualian
1)      BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
a.       Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
b.      dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c.       tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2)      Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

5.      PPh Final Pasal 4 ayat (2)


Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan. ;WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2). Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut, misalnya dalam transaksi sewa atau penjualan property tanah dan/atau bangunan.
Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:
1.      penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2.      penghasilan berupa hadiah undian;
3.      penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4.      penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5.      penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
·         Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)
1)      Koperasi;
2)      Penyelenggara kegiatan;
3)      Otoritas bursa; dan
4)      Bendaharawan;
·         Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)
1)      Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2)      Penerima hadiah undian;
3)      Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan
4)      Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;
·         Lain-Lain
1)      Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final;
2)      Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;
3)      Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha, namun dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final.


6.      PPh Pasal 15


Pemotongan PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus. Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah. Wajib Pajak badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15, sedangkan Wajib Pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15. Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 15 oleh pemotong. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 tersebut.
Ini terkait dengan Norma Perhitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) UU PPh dan ditetapkan Menteri keuangan.
Ketentuan ini mengatur tentang Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan-guna-serah ("build, operate, and transfer")
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Perhitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.
Tabel Tarif PPh Pasal 15
No
Uraian
Tarif x DPP
Penyetoran & Pelaporan
Dasar Hukum
1
Charter Penerbangan Dalam Negeri
1,8%x Peredaran Bruto yang diterima berdasarkan perjanjian charter.

TIDAK FINAL
Disetor oleh pemotong paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Setor dengan menggunakan SSP, dengan:
KAP: 411129,
KJS: 101
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
  • KMK 475/KMK.04/1996
  • SE 35/PJ.4/1996
2
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

1,2% x Peredaran bruto
FINAL
Disetor oleh pemotong: disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Disetor sendiri:disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP, dengan:
KAP: 411128
KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
  • KMK 416/KMK.04/1996
  • SE 29/PJ.4/1996
3
Perusahaan pelayaran dan penerbangan Luar Negeri

2,64% x Peredaran Bruto
FINAL
Disetor oleh pemotong:disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Disetor sendiri:disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP, dengan:
KAP: 411128,
KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
  • KMK 417/KMK.04/1996
  • SE 32/PJ.4/1996
4
 WPLN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia

Untuk negara yang tidak ada P3B dengan Indonesia:
0,44% x nilai ekspor bruto
Penghasilan neto= 1% x nilai ekspor bruto
Untuk negara yang mempunyai P3B dengan Indonesia:
disesuaikan dengan tarif P3B, untuk contoh penghitungan lihat di SE 2/PJ.03/2008.
FINAL
    
Disetor sendiri paling lambattanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterima penghasilan.
Disetor dengan menggunakan SSP dengan:
KAP: 411128
KJS: 413
Dilaporkan paling lambat tanggal 20bulan berikutnya dengan menggunakan Formulir dalam Lampiran I KEP 667/PJ./2001 dan dilampiri SSP lembar ke-3.
  • KMK 634/KMK.04/1994, berlaku mulai 1 Januari 1995
  • KEP 667/PJ/2001,berlaku mulai 29 Oktober 2001
  • SE 2/PJ.03/2008, ditetapkan tgl 31 Juli 2008.
5
WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing) Internasional di bidang produksi mainan anak-anak.

7% x tarif tertinggi Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh x total biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).
Didalam SE 02/PJ.31/2003 disebutkan:
7% x 30% x total biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).
FINAL
berlaku sejak 1 Januari 2003
Disetor dengan menggunakan SSP PPh Final paling lambat tgl 15 bulan berikutnya.
KAP: 411128
KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan secara spesifik ttg jasa maklon ini)
Dilaporkan paling lambat tgl 20 bulan berikutnya. Tetapi tidak ada formulir khusus utk pelaporannya.
  • KMK 543/KMK.03/2002
  • SE 02/PJ.31/2003


Sumber : -          Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tatacara Perpajakan Sebagaimana telah Beberapakali Diubah, Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
-          Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapakali Diubah, Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36tahun 2008
-          Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 31/Pj/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
-          Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/Pmk.03/2017
-          Wikipedia, The Free Encyclopedia, The Witholding Tax System.
-          Buku Oasis Pemotongan Dan Pemungutan Pph.
-          Faisal, Gatot S.M. How To Be A Smarter Taxpayer. Jakarta : Grasindo.


-          Https://Www.Finansialku.Com/Jenis-Jenis-Pasal-Pph-Dan-Kegunaannya/  (Diakses Jam 21.00, Jumat 21/09/2018)
-          Http://Pajak.Go.Id/Content/Kenali-Para-Pemotong-Dan-Pemungut-Pajak-Di-Indonesia (Diakses Jam 21.30, Jumat 21/09/2018)
-          Https://Sleekr.Co/Blog/Perhitungan-Pph-21-Berdasarkan-Ptkp-2016/ (Diakses Tanggal 22 September 2018)
-          Https://Www.Kembar.Pro/2017/05/Pajak-Pph-Pasal-21.Html (Diakses Tanggal 22 September 2018) 



Yap... sekian dari materi part1 nyaa, jangan lupa comment yap dengan sopan..
Belajar pajak asyik kok asal kita benar-benar niat dari hati ehee, Tetap semangat dan berjuang karena Hidup itu Berjuang ^^
Terimakasih kunjungannya dan semoga bermanfaat ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan dan Persamaan antara Report Text dan Descriptive Text

Masalah? Bismillah, Tenang, jangan panik!

Goresan perjuangan menuju gerbang perkuliahan #2